Tanggerang - Koran Cirebon. Dugaan kriminalisasi dan rekayasa kasus yang dilakukan oleh oknum anggota Polsek Pagedangan terhadap tiga wartawan kembali mencuat ke permukaan. Para wartawan yang menjadi korban, yang telah mengalami perampasan hak kemerdekaan pers selama 10 bulan, kini bersuara dan menuntut keadilan.
Oknum polisi yang diduga terlibat dalam skenario rekayasa kasus ini meliputi Brigadir Fhilip Hendrikus Pasaribu, Aipda Syahrul Ramadhan, dan Bripka Rudiyanto. Brigadir Pasaribu diduga melindungi pengusaha pakan ternak ilegal dan menjadi aktor yang menjebak ketiga wartawan. Aipda Ramadhan diduga menjadi dalang di balik kriminalisasi dan rekayasa kasus, berperan sebagai penghasut dan melakukan intervensi serta intimidasi terhadap pelapor. Bripka Rudiyanto, sebagai penyidik yang memeriksa ketiga wartawan, diduga terlibat dalam skenario rekayasa dengan sengaja menentukan pasal pemerasan dan pengancaman dengan kekerasan, meskipun alat bukti yang dimiliki tidak memenuhi unsur.
Wartawan Korban Ungkap Kronologi.
.Salah satu wartawan korban, Juliah atau Lia, mengungkapkan bahwa dirinya dan rekan-rekannya disangkakan terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh oknum polisi. Padahal, laporan yang menjadi dasar kasus tersebut baru diterima Polsek Pagedangan tiga minggu setelah kejadian. Karena tidak memenuhi unsur OTT, Lia dijerat dengan pasal 368 KUHP tentang pemerasan dan pengancaman dengan kekerasan, meskipun alat bukti yang dimiliki polisi berupa rekaman video berdurasi pendek tidak menunjukkan unsur perilaku atau bahasa yang mengarah ke pasal tersebut.
Kapolsek Pagedangan Beri Tanggapan AKP Daniel Dirgala Kapolsek Pagedangan, saat dikonfirmasi mengenai dugaan tersebut menyatakan bahwa "kasus ini terjadi pada pertengahan tahun lalu. Ia juga menyatakan bahwa pihaknya akan kooperatif dalam menghadapi laporan ke Propam".
Mengenai uang perdamaian senilai Rp62 juta yang hanya diterima pelapor sebesar Rp5 juta, Kapolsek Pagedangan menyatakan belum mengetahuinya dan akan menelusuri sumbernya.
Wartawan korban kriminalisasi telah mengumpulkan bukti-bukti untuk mengungkap ketidakadilan yang mereka alami. Mereka juga telah melaporkan kasus ini ke Propam Polres Metro Tangerang Selatan.
Tanggapan Oknum Polisi Aipda Syahrul Ramadhan, oknum polisi yang diduga menjadi sutradara di balik kriminalisasi dan rekayasa kasus, mengaku belum mengetahui laporan ke Propam yang menyangkut dirinya. Ia juga menyatakan tidak mengetahui mengenai uang Rp62 juta dan berdalih bahwa dirinya hanya menjalankan tugas sesuai Surat Perintah Kerja (SPK).
Perkembangan Kasus Sampai berita ini diterbitkan, Kasi Propam Polres Metro Tangerang Selatan belum memberikan konfirmasi lebih lanjut mengenai kasus ini. Kasus ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan pertanyaan mengenai independensi dan integritas kepolisian dalam menjalankan tugasnya.
Kasus dugaan kriminalisasi dan rekayasa kasus yang dilakukan oleh oknum anggota Polsek Pagedangan terhadap tiga wartawan ini menunjukkan pentingnya pengawasan dan akuntabilitas dalam institusi kepolisian. Kasus ini juga menjadi pengingat bagi penegak hukum untuk selalu menjunjung tinggi keadilan dan hak asasi manusia, khususnya dalam menjalankan tugasnya terkait dengan kebebasan pers.
Pentingnya Transparansi dan Akuntabilitas.Kasus ini juga menunjukkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus. Publik memiliki hak untuk mengetahui kebenaran dan mendapatkan akses informasi yang akurat. Pihak berwenang harus terbuka dan transparan dalam proses penyelidikan dan penyidikan, serta menjamin keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Penting untuk terus memantau perkembangan kasus ini dan mendorong pihak berwenang untuk melakukan penyelidikan yang independen dan transparan. Publik juga dapat berperan aktif dalam mengawasi kinerja kepolisian dan menuntut akuntabilitas atas tindakan yang tidak sesuai dengan etika dan hukum.
(Team GMOCT)
Post A Comment: