Jakarta.Koran Cirebon. Lembaga Aliansi Indonesia (LAI), sebuah organisasi non-pemerintah yang berdedikasi untuk memerangi korupsi dan kejahatan, mendesak penangkapan segera para pelaku yang diduga terlibat dalam skema mafia tanah di Ceger, Jakarta Timur. LAI, bersama dengan Gabungan Media Online dan Cetak Ternama (GMOCT), sebuah koalisi media online dan cetak ternama, telah menemukan tujuh kejanggalan dalam kasus S. Sulistiyowati, seorang wanita yang sertifikat tanahnya diduga dialihkan secara ilegal ke Henry Barki. Kejadian ini menyoroti masalah yang sedang berlangsung mengenai aktivitas mafia tanah di Indonesia, meskipun pemerintah telah berupaya untuk memerangi mereka melalui Satgas Mafia Tanah (Satuan Tugas Mafia Tanah).
Diiduga ada Tujuh Kejanggalan LAI telah menyajikan tujuh kejanggalan utama dalam kasus tersebut yang sangat menunjukkan keterlibatan mafia tanah:
Kejanggalan dalam Surat Kuasa Jual: Sulistiyowati memberikan surat kuasa jual kepada Henry Barki di Notaris Clara, tetapi sertifikat tanah aslinya dipegang oleh Notaris Kumala. LAI mempertanyakan apakah dokumen surat kuasa jual tersebut berisi klausul yang memungkinkan Henry Barki untuk mengambil kepemilikan atau mengubah nama pada sertifikat tanah.
Presentasi AJB Palsu: Henry Barki, melalui perwakilannya, mempresentasikan dua Akta Jual Beli (AJB) palsu kepada Ibu Sulistiyowati, mengklaim bahwa sertifikat tanah telah dialihkan ke namanya. Kedua PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) yang terlibat, Haji ZARIUS YAN, SH dan SRIE ATIKAH, SH, mengkonfirmasi bahwa AJB tersebut palsu.
Klaim Kepemilikan Palsu: Henry Barki berulang kali mengirimkan surat panggilan kepada Ibu Sulistiyowati menuntut agar dia mengosongkan tanah tersebut, mengklaim bahwa sertifikat tanah telah dialihkan ke namanya.
Pajak yang Belum Dibayarkan dan Kwitansi Palsu: UP3D Kecamatan Cipayung (Unit Pelayanan Pendapatan Daerah Kecamatan Cipayung) mengungkapkan bahwa pembayaran pajak balik nama telah dilakukan pada sertifikat tanah, tetapi Ibu Sulistiyowati tidak pernah menerima atau menandatangani kwitansi pembayaran tersebut. Proses validasi BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) telah dihentikan karena Ibu Sulistiyowati tidak pernah menjual tanah tersebut.
Sertifikat Diblokir dan Pembukaan Blokir yang Mencurigakan: Ibu Sulistiyowati mencoba memblokir sertifikat tanah pada tahun 2021 untuk mencegah transaksi ilegal lebih lanjut. Meskipun pembukaan blokir otomatis setelah 30 hari, proses validasi tetap dihentikan. LAI menduga bahwa seseorang mungkin telah secara ilegal membuka blokir sertifikat tersebut, yang menyebabkan dugaan pengalihan kepemilikan secara ilegal.
AJB yang Dipertanyakan dan Dokumen Palsu: AJB yang dikeluarkan oleh PPAT Eddy Frans S didasarkan pada dokumen surat kuasa dari Notaris Kumala, menimbulkan kekhawatiran tentang keabsahannya. Selain itu, PPAT Eddy Frans S tidak pernah bertemu dengan Ibu Sulistiyowati atau suaminya selama proses tersebut, dan ada dugaan kuat bahwa dokumen pribadi mereka, termasuk kartu identitas, kartu keluarga, dan bukti pajak, dipalsukan. LAI juga menuduh bahwa tanda tangan mereka pada kwitansi pembayaran, aplikasi untuk membuka blokir sertifikat, dan dokumen validasi BPHTB dipalsukan.
Harga Pembelian yang Belum Dibayarkan: AJB yang dikeluarkan oleh PPAT Eddy Frans S menyatakan harga pembelian Rp. 4,7 miliar. Namun, Ibu Sulistiyowati tidak pernah menerima atau menandatangani kwitansi pembayaran untuk jumlah tersebut.
Tuntutan LAI dan Investigasi Polisi Sebelumnya LAI telah menuntut agar Kementerian ATR/BPN (Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional) dan Kapolda Metro Jaya (Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya) segera menangkap para pelaku skema mafia tanah tersebut. LAI percaya bahwa skema tersebut diatur oleh Henry Barki, PPAT Eddy Frans S, dan kemungkinan pejabat korup di dalam BPN di Jakarta Timur.
Sulistiyowati sebelumnya mengajukan laporan kepada polisi terhadap Henry Barki atas dugaan pemalsuan dokumen dan tanda tangan. Namun, investigasi polisi dihentikan karena kurangnya bukti. LAI juga telah mengajukan laporan terhadap petugas polisi yang terlibat dalam investigasi kepada Kapolri (Kepala Kepolisian Republik Indonesia), Kompolnas RI (Komisi Kepolisian Nasional), Komisi III DPR RI (Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia), dan Kapolda Metro Jaya.
Perjuangan Melawan Mafia Tanah yang Berkelanjutan.
Kasus Ibu Sulistiyowati menyoroti perjuangan yang sedang berlangsung melawan aktivitas mafia tanah di Indonesia. Meskipun pemerintah telah membentuk Satgas Mafia Tanah untuk memerangi kejahatan ini, tuduhan LAI menunjukkan bahwa satgas tersebut tidak selalu efektif. Tindakan LAI merupakan bukti pentingnya organisasi masyarakat sipil dalam meminta pertanggungjawaban pemerintah dan memastikan keadilan bagi korban skema mafia tanah.
Tuntutan LAI untuk investigasi menyeluruh dan penangkapan para pelakunya sangat penting untuk mencegah aktivitas mafia tanah di masa depan dan melindungi hak-hak pemilik tanah. Kasus tersebut juga menimbulkan kekhawatiran tentang integritas BPN, sistem PPAT, dan kepolisian, menyoroti perlunya reformasi sistemik untuk mengatasi akar penyebab aktivitas mafia tanah.
Sumber: Lembaga Aliansi Indonesia
(Team)
Post A Comment: