KORAN CIREBON (Majalengka).Dalam Aturan Perdes No.3 Tahun 2016 Tentang pemakaman umum, sejak diberlakukannya Perdes tersebut tgl 6 April 2016 banyak menimbulkan prokontra.
Dalam perencanaan pembahasan awalnya tidak melibatkan musyawarah masyarakat, dan sebagian masyarakat hanya ditodong tanda tangan berita acara musyawarah.
Perdes ini salah satu pointnya berisi tentang kewajiban membayar satu juta rupiah bagi keluarga / ahli waris warga Desa Pasir jika ada keluarganya kelahiran / keturunan warga Pasir yg tinggal diluar Desa Pasir (sudah tidak ber-KTP Desa Pasir) meninggal dunia dan dimakamkan di TPU Desa Pasir.
Permasalahan Perdes pemakaman ini termasuk salah satu permasalahan yang dipertanyakan oleh warga melalui audiensi dengan BPD dan PemDes Pasir, yang telah dilakukan sebanyak empat kali dalam kurun waktu Tahun 2017-2020.
Ironisnnya seperti permasalahan-permasalahan lain nya, permasalahan ini pun tak kunjung ada kejelasan.
Bahkan ada seorang Warga berstatus Mahasiswa berdomisili di Dusun Margajaya berinisial IMF mengatakan:
"Pertanyaan warga tentang Perdes no 3 Tahun 2016 ini bagian dari hak warga terhadap transparansi, sudah seharusnya Kuwu dapat memberikan penjelasan, jangan bukan malah sebaliknya setiap suara masyarakat berupa pertanyaan, saran dan kritik dianggap sebagai sesuatu yang negatif".
Ditempat terpisah kami pun awak media meminta penjelasan
dari Rudi Ruhyadi sebagai kordinator umum Forum Rembuk Masyarakat Desa Pasir, berikut penjelasan nya:
"Permasalahan PerDes No. 3 Tahun 2016 tentang Pemakaman Umum merupakan salah satu permasalahan yg kami pertanyakan kepada BPD dan PemDes Pasir, permasalahan utama nya mencakup beberapa hal:Dalam proses perencanaan penyusunannya tidak melalui tahap musyawarah dan tidak mengakomodir aspirasi masyarakat.
PerDes No. 3 Tahun 2016 tidak pernah melalui tahapan evaluasi oleh PemKab yang dalam hal ini pengajuannya melaui kecamatan
Ketika tidak sah secara hukum tetapi pungutan sebesar satu juta rupiah yang tertera dalam PerDes tersebut. diberlakukan dan tidak masuk kedalam PerDes serta tidak pernah ada bentuk transparansi kepada masyarakat.
Diberlakukan nya pungutan sebesar Satu Juta Rupiah drngan dasar PerDes yang secara hukum tidak sah itu jelas menjadi indikasi pungli.
Setelah dipertanyakan yang keempat kalinya dalam audiensi, Kuwu desa Pasir memberikan penjelasan yang tertuang dalam tanggapan tertulis terhadap audiensi.
Bahwa: peraturan tersebut bukan lah Perdes tapi hanya kesepakatan ditingkat desa.
Padahal jelas-jelas kami punya salinan PerDes No.3 Tahun 2016 dan dilapangan terpampang plang PerDes.
Pemdes sebagai salah satu institusi pelayanan Publik terikat dengan UU No.25 Tahun 2009 dan UU No.6 Tahun 2014 yang pada keduanya tertera azas kewajiban adanya kepastian hukum".
Permasalahan inipun mendapat tanggapan dari seorang Tokoh Masyarakat berinisial MS:
"Masyarakat Desa Pasir itu banyak yang mengerti tentang aturan, Kami sebagai Tokoh Masyarakat sangat prihatin dengan kondisi sekarang ini.
Setelah ada pertanyaan dan prokontra dari warga, Kuwu merespon dengan penjelasan yang tidak sesuai keadaan sebenarnya, dan tidak sesuai dengan aturan / regulasi.
Pemerintahan desa itu merupakan bagian terkecil dari penyelenggaraan pengelolaan NKRI, artinya bahwa segala sesuatu dalam penyelenggaraan PemDes,apalagi dalam pembuatan dan pencabutan aturan (Perdes) tidak boleh asal buat dan asal hapus harus saja.Karena harus sesuai dengan tata aturan dan perundang-undangan".
Hingga saat ini Perdes No.3 Tahun 2016 masih tidak jelas kelanjutan nya.Tegasnnya.( TIM )
Post A Comment: